SATYABERITA – Indonesia For Transparency and Accountability (INFRA) memberikan dukungan terhadap langkah tegas Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta yang melakukan penggeledahan dan penahanan terhadap Kepala Dinas Kebudayaan nonaktif, Iwan Henry Wardhana.
Menurut INFRA, langkah tersebut adalah langkah yang sangat tepat dalam mengungkap praktik korupsi di Dinas Kebudayaan.
Direktur INFRA, Agus Chairudin, mengatakan bahwa pengungkapan kasus korupsi ini merupakan kunci untuk membuka pintu terhadap kasus-kasus korupsi dan kolusi yang terjadi secara sistematis antara 2022 hingga 2024, pada masa kepemimpinan Pj Gubernur Heru Budi Hartono.
"Perlu kita dukung apa yang sudah dilakukan oleh Kejati DKI. Ini salah satu pintu masuk dalam membersihkan korupsi di lingkungan Pemprov DKI," kata Agus di Jakarta pada Selasa (7/1/2025).
Agus juga menegaskan bahwa selama ini banyak hal yang ditutupi oleh pejabat terkait, dengan saling bersekongkol dalam kebijakan yang dikeluarkan, yang tidak sesuai dengan Pergub RPDP 2022-2026.
Hal tersebut, menurutnya, menjadi salah satu faktor yang memicu ketidakberesan dalam pengelolaan anggaran.
Lebih lanjut, Agus meminta agar Kejati DKI dapat transparan dalam menangani kasus Dinas Kebudayaan ini.
Pasalnya, ia menyebutkan bahwa korupsi yang terjadi melibatkan banyak oknum dari berbagai instansi.
"KKN di Dinas Kebudayaan ini melibatkan oknum DPRD DKI, Ormas, dan LSM sesuai dengan keterangan dari pihak Kejati DKI. Oleh sebab itu, Kejati harus mengumumkan lembaga-lembaga apa saja yang terlibat dalam kegiatan fiktif di kasus ini," ujar Agus.
Agus menegaskan bahwa besarnya nilai korupsi yang terjadi pada berbagai kegiatan dinas ini tidak mungkin hanya melibatkan Kepala Dinas, Kabid Dinas, dan pengusaha saja.
Untuk itu, dia menekankan pentingnya penuntasan kasus ini dengan transparansi dan akuntabilitas.
"Penuntasan kasus ini harus transparan dan akuntabel sebagai efek jera, karena telah merugikan hak-hak APBD yang pada gilirannya berdampak pada matinya sanggar-sanggar Budaya Betawi," ungkap Agus.
Selain itu, Agus berharap bahwa pada masa kepemimpinan Pramono-Rano mendatang, akan ada pembentukan tim verifikasi faktual untuk setiap kegiatan swakelola dan hibah sosial APBD.
Hal ini dinilai penting agar setiap kegiatan pengadaan barang dan jasa dapat diawasi secara independen oleh stakeholders terkait.
"Ke depan, harus ada tim verifikasi faktual untuk setiap kegiatan swakelola dan hibah sosial APBD, karena dalam peraturan pengadaan barang dan jasa juga terdapat klausul mengenai hak pengawasan independen," tambah Agus.
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta resmi menahan Kepala Dinas Kebudayaan nonaktif, Iwan Henry Wardhana, terkait dugaan penyimpangan anggaran di Dinas Kebudayaan. Kejati DKI juga menahan MFM, salah satu tersangka lainnya, untuk proses penyidikan lebih lanjut.
Atas perbuatan tersebut, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Jo. Pasal 18 ayat (1) UU Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kejati DKI Jakarta telah meningkatkan kasus ini ke tahap penyidikan sejak 17 Desember 2024 dan saat ini tengah mengusut lebih dalam dugaan penyimpangan anggaran yang terjadi di Dinas Kebudayaan Jakarta sejak November 2024.
INFRA berharap, melalui pengungkapan kasus ini, dapat terwujudnya pemulihan kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan anggaran dan kebijakan di Pemprov DKI Jakarta, serta menciptakan sistem pemerintahan yang lebih transparan dan bebas dari praktik korupsi. (pot)
Komentar0