SATYABERITA - Ketua Presidium Nasional Jangkar Baja, I Ketut Guna Artha (Igat), mengungkapkan bahwa meskipun reformasi telah membuka kebebasan berdemokrasi, sistem penyelenggaraan pemilu masih belum ideal dalam menghasilkan pemimpin yang mengedepankan kaderisasi dan meritokrasi.
Igat memberikan apresiasi terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 136/PUU-XII/2024 yang dibacakan pada 14 November 2024, yang memberikan sanksi terhadap tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon dalam Pilkada.
Revisi terhadap Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 ini menegaskan bahwa pejabat negara, aparatur sipil negara, serta kepala desa atau lurah yang melanggar ketentuan dapat dijatuhi pidana penjara dan denda.
"Peran aktif rakyat dibutuhkan dalam mengawasi terlaksananya putusan tersebut," ujar Igat dalam sebuah pernyataan pada Senin (25/11/2024).
Ia menekankan pentingnya pendidikan politik sebagai bagian dari upaya mencerdaskan pemilih, terutama kelompok masyarakat kelas bawah yang rentan dipolitisasi dan diintimidasi.
Sebagai bentuk tanggung jawab sosial dalam menciptakan pemilih yang cerdas, relawan Jangkar Baja telah melaksanakan program Pendidikan Politik Akar Rumput yang menyasar ibu-ibu rumah tangga di beberapa wilayah Jakarta.
"Kami memberikan pendidikan politik dasar untuk emak-emak warga Jakarta, karena mereka yang paling merasakan dampak krisis ekonomi dan rentan dipengaruhi menjadi pemilih yang tidak rasional," jelas Igat.
Program ini telah dilaksanakan di berbagai kawasan, mulai dari Cilandak, Jakarta Selatan, hingga Duren Sawit, Jakarta Timur, dan Tambora, Jakarta Barat.
"Kami berharap pendidikan politik ini dapat membentuk pemilih yang rasional dan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi Pilkada 2024 agar lebih berkualitas," pungkas Igat.
Jangkar Baja berharap dapat berkontribusi pada terciptanya Pilkada yang lebih transparan, berintegritas, dan melibatkan rakyat secara langsung dalam pengawasan, demi terwujudnya pemimpin yang amanah. (pot)
Komentar0